Soppeng.info – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) akan kembali membatasi akses internet, saat sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada, Jumat (13/6/2019).
Dilansir FaktualNews.co dari Voa Indonesia, Pelaksana Tugas Kepala Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, mengatakan kebijakan pembatasan akses internet ini masih bersifat kondisional.
Menurutnya jika eskalasi berita hoaks dan hasutan meningkat sangat luar biasa, disertai kejadian di sekitar MK yang membahayakan keutuhan NKRI, baru akan diberlakukan pembatasan internet oleh Kominfo.
“Jika tidak ada… maka pemerintah tidak akan melakukan pembatasan akses internet,” tegas Ferdinandus.
Pembatasan langsung diberlakukan ketika sebaran hoaks atau berita bohong mencapai 600-700 konten per menit. Namun Ferdinandus tidak merinci mekanisme pemantauan sebaran hoaks yang dilakukan.
Dia juga tidak menjelaskan apakah pembatasan hanya dilakukan di Ibu Kota DKI Jakarta saja atau di seluruh Indonesia sebagaimana yang terjadi pada periode 21-25 Mei lalu, ketika terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan di sebagian kota dan menewaskan delapan orang.
Lebih jauh Ferdinandus Setu membantah kekhawatiran sebagian warga bahwa kebijakan pembatasan akses internet ini merupakan upaya memberangus hak publik untuk mendapatkan informasi. “Yang dilakukan pemerintah adalah pembatasan akses, bukan pemutusan akses internet. Publik masih bisa berkomunikasi menggunakan fitur komunikasi yang lain, seperti teks. Baik WhatsApp (WA) maupun pesan teks (SMS). Jadi tidak mengekang hak publik untuk mendapatkan informasi,” tegasnya.
Pembatasan Sementara Akses Internet Hal Wajar
Pengamat komunikasi dan budaya digital, Firman Kurniawan, menilai pembatasan sementara akses dan penyebaran informasi di media sosial itu sebagai hal yang wajar saja.
“Kalau shutdown seluruh media sosial selamanya, itu baru masalah. Ini kan cuma WhatsApp, Instagram. Itu pun sementara, menunggu keadaan lebih sejuk,” ujar Firman, sambil menambahkan warga warga masih dapat memakai IG Talk, VPN dan lain-lain.
“Ketika berbicara tentang medium digital, peluang menggunakan konten multimedia dan multi-platform untuk informasi sangat luas. Persoalannya tinggal inovasi memproduksi konten,” tambahnya.
Banyak pihak memang memuji langkah cepat membatasi akses dan penyebaran media sosial Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp dan Line, ketika terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan pertengahan Mei lalu, sebagai upaya tepat meredam berita bohong atau hoaks yang meresahkan. Tetapi tidak sedikit pula yang mengkritisinya, antara lain Institute Criminal Justice Reform ICJR dan (Aliansi Jurnalis Independen (AJI).