Gaza City – Ismail Abdul Salam Ahmed Haniyeh, lahir pada tahun 1962 di Kamp Pengungsi Al-Shati, Gaza, di tengah penjajahan Israel yang kejam dan kondisi ekonomi serta kemanusiaan yang sulit. Sejak kecil, Haniyeh telah menunjukkan kecerdasan dan semangat yang luar biasa. Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah di sekolah-sekolah UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina), sebelum melanjutkan ke Universitas Islam Gaza, di mana ia meraih gelar Sarjana Sastra Arab.
Selama di universitas, Haniyeh aktif dalam kegiatan mahasiswa dan menjadi pemimpin gerakan mahasiswa Hamas. Setelah lulus, ia menjadi direktur kantor Sheikh Ahmed Yassin, pendiri Hamas, dan berhasil selamat dari beberapa upaya pembunuhan.
Karier politik Haniyeh dimulai sejak ia bergabung dengan Hamas pada akhir 1980-an. Keterlibatannya yang aktif dalam gerakan tersebut membuatnya beberapa kali ditangkap oleh otoritas Israel dan harus menghabiskan bertahun-tahun di penjara. Namun, hal ini tidak menghentikannya untuk terus berjuang.
Pada pemilu Palestina pertama yang bebas setelah penarikan pasukan Israel dari Gaza, Hamas memenangkan mayoritas suara, dan Haniyeh terpilih sebagai Perdana Menteri. Namun, pemerintahannya menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik dengan Fatah dan blokade Israel yang terus-menerus.
Pada tahun 2017, Haniyeh terpilih sebagai Ketua Biro Politik Hamas, menggantikan Khaled Meshaal. Di bawah kepemimpinannya, Hamas mengembangkan kebijakan dan visinya dalam menghadapi Israel, serta terlibat dalam beberapa konfrontasi besar, termasuk “Pedang Yerusalem” pada tahun 2021 dan “Banjir Al-Aqsa” yang sedang berlangsung.
Haniyeh dikenal sebagai sosok yang tegas dalam mempertahankan prinsip-prinsip nasional dan menolak kompromi atas tanah Palestina. Ia juga berusaha memperkuat persatuan nasional dan mengakhiri perpecahan internal. Salah satu pencapaiannya adalah perjanjian rekonsiliasi dengan Fatah yang dikenal sebagai “Perjanjian Al-Shati”.
Selama karirnya yang panjang, Haniyeh harus menghadapi banyak tantangan, termasuk perang yang berulang kali melanda Gaza dan blokade yang melelahkan. Meskipun begitu, ia berhasil memperkuat posisi Hamas sebagai kekuatan politik utama dan mencapai kemajuan dalam pembangunan infrastruktur dan layanan di Gaza. Yang terpenting, ia membuka hubungan Hamas dengan banyak negara Arab dan Islam.
Perjuangan Haniyeh tidak lepas dari pengorbanan pribadi yang besar. Selama perang yang sedang berlangsung, ia kehilangan puluhan anggota keluarganya, termasuk tiga anaknya dan beberapa cucunya akibat serangan Israel.
Dengan perjalanan hidup yang penuh liku selama 61 tahun, Ismail Haniyeh telah mencatatkan namanya dalam sejarah Palestina sebagai salah satu tokoh politik paling penting yang memimpin perjuangan untuk kemerdekaan. Bagi banyak orang yang mengenalnya, Haniyeh adalah simbol perlawanan dan keteguhan menghadapi upaya Israel untuk mengubah identitas tanah dan penduduk Palestina.
*Referensi: Laporan dan informasi terkait Ismail Haniyeh dari berbagai sumber terpercaya.