Nasional

BJ Habibie, Ilmuan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika

×

BJ Habibie, Ilmuan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika

Share this article
BJ Habibie, Ilmuan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika

Soppeng.info – Selama 40 tahun industri pesawat terbang mengalami Ketidakpastian tentang kerusakan yang terjadi pada badan pesawat, kulit luar pesawat yang terlihat halus mulus tanpa cacat namun sisi dalamnya keropos.

Pemakai dan produsen sama-sama tidak tahu persis, sejauh mana bodi pesawat terbang masih andal dioperasikan.

Akibatnya memang bisa fatal.

BJ Habibie, Ilmuan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika

Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada bodi masih sulit dideteksi dengan keterbatasan perkakas. Belum ada pemindai dengan sensor laser yang didukung unit pengolah data komputer, untuk mengatasi persoalan rawan ini.

Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus-menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat.

Ketika lepas landas, sambungannya menerima tekanan udara (uplift) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack).

Titik rambat, yang kadang mulai dari ukuran 0,005 milimeter itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang.

Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal, karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas.

Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet. Potensi fatique makin besar.

Pada saat itulah muncul Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie yang mencoba menawarkan solusi.

Habibie-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya.

Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan crack progression.

Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. Crack.

Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.

Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF).

Caranya meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat.

Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik crack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan.

Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.

Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya.

Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat.

Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot.

Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.

Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat.

Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas.

Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat.

Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.

Sebuah majalah Teknologi terbitan Jakarta pernah menyebut Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai “Manusia Multidimensional”.

Sebutan ini ternyata sangat disukai Habibie. Terlebih, julukan itu muncul tidak berselang lama setelah meraih medali penghargaan “Theodore van Karman”.

Ya, anugrah bergengsi di tingkat internasional tempat berkumpulnya pakar-pakar terkemuka konstruksi pesawat terbang.

Habibie juga dikenal sebagai “Mr Crack” karena keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.

Di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dirgantara mengenal apa yang disebut Teori Habibie, Faktor Habibie, Fungsi Habibie.

Habibie sempat terlibat dalam proyek perancangan dan desain pesawat terbang seperti Fokker 28, Kendaraan Militer Transall C-130, CN-235, N-250 dan N-2130.

Dia juga termasuk perancang dan desainer Helikopter BO-105, Pesawat Tempur, beberapa missil dan proyek satelit.

DMCA.com Protection Status